Hukum

TINJAUAN YURIDIS KERUGIAN NEGARA VERSUS KERUGIAN BUMN DALAM KASUS KORUPSI DI INDONESIA

A.     LATAR BELAKANG

Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai lembaga, menunjukkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia termasuk yang paling tinggi di dunia. Bahkan koran Singapura, The Straits Times, sekali waktu pernah menjuluki Indonesia sebagai the envelope country. Mantan ketua Bappenas, Kwik Kian Gie, menyebut lebih dari Rp.300 triliun dana dari penggelapan pajak, kebocoran APBN, maupun penggelapan hasil sumberdaya alam, menguap masuk ke kantong para koruptor. Di samping itu, korupsi yang biasanya diiringi dengan kolusi, juga membuat keputusan yang diambil oleh pejabat negara menjadi tidak optimal. Heboh privatisasi sejumlah BUMN, lahirnya perundang-undangan aneh semacam UU Energi, juga UU SDA, impor gula dan beras dan sebagainya dituding banyak pihak sebagai kebijakan yang sangat kolutif karena di belakangnya ada motivasi korupsi.[1]

Pemikiran dasar mencegah timbulnya kerugian keuangan negara telah dengan sendirinya mendorong agar baik dengan cara pidana atau cara perdata, mengusahakan kembalinya secara maksimal dan cepat seluruh kerugian negara yag ditimbulkan olek praktek korupsi. Pemikiran dasar tersebut telah memberi isi serta makna pasal pasal dalam UU pemberantasan tindak pidana korupsi. Adanya kerugian negara atau perekonomian negara menjadi unsur utama dari delik korupsi. Dengan demikian undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi tidak semata sebagai alat penegak hukum, tetapi juga penegak keadilan sosial dan ekonomi. Hal in berarti bukan semata memberi hukuman bagi mereka yang terbukti bersalah dengan hukuman yang seberat-beratnya, melainkan juga agar kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatannya dapat kembali semua dalam waktu yang tidak terlalu lama.[2]

Untuk kriteria bendahara instansi pemerintah terdapat 378 kasus di lingkungan pemerintah pusat, daerah dan BUMN dan total ganti kerugian adalah RP.137,5 miliar dan USD 960.100 dan telah diselesaikan sebanyak 96 kasus senilai Rp 873,8 juta. Sedangkan kriteria pegawai negeri yang bukan bendahara terdapat 3.306 kasus senilai RP.395,5 miliar dan USD 4,1 juta dan telah selesai Rp.5,4 miliar.

Untuk kriteria pihak ketiga terdapat 2.092 kasus senilai Rp.9,498 triliun dan USD 371 juta. Gambaran kasus diatas memberikan bukti bahwa potensi kerugian yang ditanggung negara cukup besar dan sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan penyelenggaran negara guna mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Lanjutkan membaca “TINJAUAN YURIDIS KERUGIAN NEGARA VERSUS KERUGIAN BUMN DALAM KASUS KORUPSI DI INDONESIA”

Hukum

TINDAK PIDANA DIBIDANG EKONOMI; Suatu Tinjauan Kriminologi

A.     LATAR BELAKANG

Perkembangan ekonomi (dunia) pada awal pertumbuhannya, bahkan sampai saat ini tidak terlepas dari perkembangan negara. Sejak masa pemerintahan dilandaskan pada kerajaan sampai dengan pemerintahan yang berandaskan pada negara-bangsa (nation-state) dan kemudian dilanjutkan dengan pemerintahan yang dilandaskan pada kesejahteran bangsa (welfare-state) menunjukkan adanya kaitan erat antara bidang ekonomi di satu pihak dan bidang politik di lain pihak.

Dilihat dari perspektif kaitan antara kedua bidang tersebut atau perspektif ekonomi politik, telah terjadi perkembangan yang bersifat horizontal dan sama pentingnya yang dimulai dengan perspektif merkantilisme, liberalisme dan perpektif marxisme (Gilpin dalam Lubis dan Eauxbaum, 1986 : 17-18).

Sasaran kegiatan ekonomi menurut ketiga perspektif tersebut berbeda satu sama lain. Perspektif bertujuan meningkatkan kepentingan nasional sebesar-besarnya di mana politik menentukan ekonomi; sedangkan dalam perspektif liberalisme sasaran kegiatan ekonomi ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dunia sebesar-besarnya dan dalam perspektif marxisme, sasaran kegiatan ekonomi bertujuan meningkatkan kepentingan kelas kelas ekonomi sebesar-besarnya.

Ketiga perspektif yang berkembang di dalam ekonomi politik ini dalam praktiknya tidak selalu memberiikan kemaslahatan bagi umat di dunia oleh karena kenyataan perkembangan ekonomi internasional menunjukkan terjadinya kesenjangan yang tajam antara negara kaya dan negara miskin. Kesenjangan ini diperburuk oleh kenyataan dimana negara-negara kaya telah menguasai baik struktur (ekonomi) internasional maupun mekanisme (ekonomi) internasional. Struktur internasional khususnya lembaga (ekonomi) intemasional yang bernaung dibawah PBB.

Ketika hal ini terjadi, pada diperlukan sebuah sistem yang diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang akan terjadi, selain itu setiap tindakan yang dilakukan dimana perbuatan itu keluar dari aturan yang telah disepakati, maka akan diajukan dalam bentuk sanksi. Karena itulah maka dibutuhkan hukum ekonomi dalam aspek pemidanaan. Lanjutkan membaca “TINDAK PIDANA DIBIDANG EKONOMI; Suatu Tinjauan Kriminologi”

Hukum

DAMPAK KEBIJAKAN PUBLIK DALAM MENANGGULANGI KEMISKINAN

A.     PENDAHULUAN

Analisis dampak kebijakan publik merupakan fokus pembicaraan yang menarik untuk dicermati. Daya tarik ini minimal didasarkan pada tiga hal penting. Pertama, konteks desentralisasi pemerintahan yang mewarnai wacana penyelenggaraan pemerintah di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Kedua, studi tentang dampak kebijakan yang senantiasa dikritisi oleh berbagai pihak (kalangan akademisi dan praktiksi). Ketiga, esensi dan urgensi evaluasi kebijakan publik, karena kemanfaatan kebijakan yang dievaluasi terlihat melalui dampaknya terhadap sasaran (target) yang dituju.

Bandul penyelenggaraan pemerintahan di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, cenderung bergerak kearah desentralisasi. Hal itu terjadi sebagai upaya mereformasi dan memodernisasi pemerintahannya. Secara teoritis, desentralisasi dipahami sebagai penyerahan otoritas dan fungsi dari pemerintah nasional kepada pemerintah sub-nasional atau lembaga independen (The World Bank Group, 2004). Ide dasar dari desentralisasi adalah pembagian kewenangan di bidang pengambilan keputusan pada organisasi dengan tingkat yang lebih rendah. Pemahaman ini didasarkan pada asumsi bahwa organisasi pemerintah pada tingkat tersebut lebih mengetahui kondisi dan kebutuhan aktual dari masyarakat setempat, serta tidak mungkin pemerintah di tingkat nasional mampu melayani dan mengurusi kepentingan dan urusan masyarakat yang demikian kompleks. Desentralisasi juga dianggap sebagai jawaban atas tuntutan demokratirasi yang begitu besar dimana pemerintah daerah diharapkan lebih responsif dibandingkan pemerintah pusat terhadap berbagai kebutuhan masyarakat setempat (Steven Leach, et. al. 1994).

Pemerintahan dipahami sebagai lembaga atau institusi yang menyelenggarakan dan menyeimbangkan antara kebutuhan individu atau masyarakat akan barang dan pelayanan publik (Surya Dharma dan Pinondang S, 2000). Pemahaman itu sejalan dengan terminologi ilmu pengetahuan sosial modern yang mengartikan pemerintah daerah sebagai sistem yang berfungsi bersama-sama dengan sistem lain dalam sistem yang lebih besar, dimana semua sistem tersebut berinteraksi satu sama lain (Leemans, A.F, 1970). Karena itu, desentralisasi pemerintahan merupakan pelimpahan kewenangan dan fungsi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Adapun tujuan desentralisasi dapat diringkaskan menurut pendapat Kammeier (2002). Lanjutkan membaca “DAMPAK KEBIJAKAN PUBLIK DALAM MENANGGULANGI KEMISKINAN”

Hukum

BANTUAN HUKUM BAGI TERPIDANA YANG TIDAK MAMPU

A.     PENDAHULUAN

Bantuan hukum bukanlah semata-mata pro bono publico work, tetapi merupakan suatu kewajiban advokat (duty or obligation). Orang miskin berhak memperoleh pembelaan dari advokat atau pembela umum yang bekerja untuk organisasi bantuan hukum. Sebagai pengakuan hak individu (individual right), prinsip persamaan di hadapan hukum (equality befor the law) dijamin dalam sistem hukum Indonesia. Persamaan ini tidak mengenal pengecualian.

Setiap orang harus dapat dituntut di muka hukum, diinterogasi, diselidiki, disidik, didakwa, dituntut, ditahan, dihukum, dipenjara, dan segala perlakuan hukum yang dibenarkan secara hukum. Semua itu demi tercapainya keadilan (justice). Kalau orang mampu dapat menyewa dan menunjuk advokat, maka orang miskin pun harus dijamin dalam sistem hukum untuk menunjuk seorang advokat atau pembela umum secara cuma-cuma. Pembelaan advokat diperlukan untuk memastikan hak dan kebebasan individu dihormati dan diakui para penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim, khususnya bagi orang miskin. Pembelaan bagi orang miskin adalah kewajiban bagi advokat, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Pada makalah ini, penulis akan mengemukakan mengenai bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu yang melakukan tindak pidana.  Lanjutkan membaca “BANTUAN HUKUM BAGI TERPIDANA YANG TIDAK MAMPU”

Hukum

PENGARUH PEMIKIRAN ORDE LAMA DALAM PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN

Hukum adalah produk politik, sehingga ketika membahas politik hukum cenderung mendiskripsikan pengaruh politik terhadap hukum atau pengaruh sistem politik terhadap pembangunan hukum. Bellfroid mendefinisikan rechtpolitiek yaitu proses pembentukan ius contitutum (hukum positif) dari ius contituendum (hukum yang akan dan harus ditetapkan) untuk memenuhi kebutuhan perubahan dalam kehidupan masyarakat. Politik hukum terkadang juga dikaitkan dengan kebijakan publik (public policy) yang menurut Thomas Dye yaitu : “whatever the government choose to do or not to do”. Politik hukum juga didefinisikan sebagai pembangunan hukum.[1] Lanjutkan membaca “PENGARUH PEMIKIRAN ORDE LAMA DALAM PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA”