Renungan

Tajdid Melawan Kemunkaran Sosial

Tajdid (pembaharuan), yang muncul dalam berbagai ragam gerakan pembaharuan dalam sejarah Islam, merupakan salah satu bentuk implementasi nilai ajaran Islam setelah meninggalnya Nabi. Gerakan tajdid muncul sebagai jawaban terhadap tantangan kemunduran kehidupan keagamaan yang dialami umat Islam. Oleh karena itu, program yang
dilakukan sering kali difokuskan pada upaya membersihkan Islam dari pengaruh sesat yang dikemas dengan pemberantasan bid’ah, khurafat, dan takhayul. Di sini tajdid dipahami dalam konteks kemunkaran akidah dan ibadah dalam arti yang sangat terbatas. Padahal, semua ibadah Islam memiliki makna sosial yang sangat luas. Pertanyaannya kemudian adalah: apa benar bahwa pembaharuan yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah selama hampir satu abad ini hanya terbatas khusus pada masalah ibadah? Mengapa Muhammadiyah perlu merekonstruksi tajdid gerakannya guna melawan kemunkaran sosial?
Pada periode awal para elit Muhammadiyah telah meletakkan dasar wawasan keagamaan yang liberal, menurut konteks saat itu. Wawasan dasar keagamaan ini menjadi unsur penting formulasi ideologi gerakan, yang memberikan landasan untuk mengkritisi tatanan kehidupan yang ingin dirubahnya, membenarkan tujuan yang ingin dicapai, membenarkan kebijakan dan langkah praktis guna mecapai tujuan, yakni terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dasar pandangan ini telah mendorong munculnya semangat pembaharuan ke dalam berbagai aspek kehidupan dan menerima nilai-nilai modern seperti: perubahan, rasionalitas, keteraturan, orientasi jangka panjang, rajin, kerja keras, tepat waktu, hemat, dan lain sebagainya. Pada tingkat individu, ideologi ini tidak hanya membentuk watak perilaku warga Muhammadiyah yang terbuka, menerima perubahan, rasional, adaptif, dan sebagainya, yang menjadi ciri utama kemoderenan seseorang, tetapi juga, telah melahirkan berbagai ragam institusi sosial yang membantu mencerahkan dan menyadarkan umat bahwa kemajuan dan kebahagiaan hidup merupakan tujuan yang bisa dicapai melalui kecerdasan dan bekerja keras.

Lanjut baca di ?p=426

Renungan

Islam; Agama yang selalu melawan kemunkaran sosial

Pada dasarnya, agama (Islam) tidak diturunkan dalam ruang hampa, agama diadakan sebagai rahmat untuk semesta alam. Agama dilahirkan untuk menertibkan semua chaos dan kekacauan yang diproduk manusia. Semua syariat agama diturunkan untuk membawa manusia dari dunia gelap ke dunia terang. Dari peradaban jahiliyah ke peradaban ilahiyah.
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Nabi Syua’ib diutus untuk menertibkan teraju yang dipakai bangsa Madyan. Demikian pula dengan Musa, dia diutus untuk mengakhiri praktik penindasan suatu bangsa atas bangsa yang lain. Hal yang sama juga terjadi pada Daud, Shaleh, Ilyas, Ilyasa, Nuh, dan para Nabi lainnya. Kalau dicermati, semua kisah Nabi yang ada dalam Al-Qur’an, semuanya diutus untuk memperbaiki moral sesat masyarakat yang telah menjadi peradaban munkar.

Baca lebih jelas dalam  suara-muhammadiyah.com